Yayasan Riyadhus Shalihin Indonesia

Konsekuensi Sebuah Iman

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum​​ Warrohmatullohi​​ Wabarokatuh.

Alhamdulillahi​​ rabbil’aalamiin,​​ wash-sholaatu​​ wassalaamu​​ ‘ala​​ asyrofil​​ anbiyaa​​ i​​ walmursaliin,​​ wa’alaa​​ alihi​​ washohbihii​​ ajma’iin​​ ammaba’adu.

Sahabat​​ da’wah​​ yang​​ di​​ rahmati Allah​​ Subhanahu​​ Wa​​ Ta’ala..

Allah Ta’ala berfirman :

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S Al-‘Ankabut :1-2)

Ayat ini menggambarkan bahwa salah satu konsekuensi iman ialah siap menghadapi ujian yang diberikan Allah, hal ini untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan seorang hamba dalam menyatakan iman, apakah iman tersebut betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah  dalam Firman-Nya :

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِيَ فِي ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ كَعَذَابِ ٱللَّهِۖ وَلَئِن جَآءَ نَصۡرٞ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمۡۚ أَوَ لَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ ٱلۡعَٰلَمِينَ وَلَيَعۡلَمَنَّ  وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَقُولُ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ فَإِذَآ أُوذِيَ فِي ٱللَّهِ جَعَلَ فِتۡنَةَ ٱلنَّاسِ كَعَذَابِ ٱللَّهِۖ وَلَئِن جَآءَ نَصۡرٞ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمۡۚ أَوَ لَيۡسَ ٱللَّهُ بِأَعۡلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ ٱلۡعَٰلَمِينَ وَلَيَعۡلَمَنَّ

“Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia ?” (Q.S Al-Ankabut : 10)

Bila seorang muslim sudah menyatakan iman dengan benar dan mengharapkan manisnya buah iman maka tentunya janji Alloh akan terpenuhi baginya yakni surga Firdaus akan menjadi tempat tingganya kelak, Allah Ta’ala Berfirman :

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ كَانَتۡ لَهُمۡ جَنَّٰتُ ٱلۡفِرۡدَوۡسِ نُزُلًا

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal.” (Q.S Al-Kahfi : 107)

Oleh karen itu seorang muslim harus senantiasa bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepadanya serta bersabar dalam menahan bebannya. Allah memberikan sindiran kepada seorang muslim yang ingin masuk Surga tanpa melewati ujian yang berat. Firman-Nya :

أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ

“Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Q.S Al-Baqarah : 214)

Rasulullah Shollallohu alaihi wasallam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Rodhiallohu anhu :

لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحْمٍ أَوْ عَصَبٍ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ وَيُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مِفْرَقِ رَأْسِهِ فَيَشُقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ. (رواه البخاري)

… Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya… (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202)

Sudahkah banyakakkah seorang muslim merenungkan hadits ini? apa yang telah dilakukannya untuk membuktikan keimanannya ? cobaan apa yang telah dialami dalam mempertahankan sebuah iman? Pengorbanan apa yang telah dilakukan untuk memperjuangkan aqidah dan imannya? Tentunya diri seorang muslimlah yang mampu menjawabnya.

Namun bila memperhatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan keiman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta, tenaga dan pikiran mereka, bahkan nyawapun mereka korbankan untuk kokohnya iman dalam hati mereka. Rasanya iman ini belum seberapa atau bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah seorang muslim tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanannya belum ada sedikit pun?

Tentunya Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia pastinya berbeda-beda dan bermacam-macam bentuknya, setidak-nya ada empat macam ujian yang telah dialami oleh para pendahulu :

Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapak harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan :

إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (Q.S Ash-Shaffat: 106)

Dan di sini seorang muslim akan melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim Alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim alaihi salam dan puteranya adalah pelajaran yang sangat berat dan mampu dijalankannya.

Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan puteranya  alaihimasalam adalah pelajaran yang sangat berharga bagi seorang muslim dan perlu diteladani, karena banyak sekali perintah Allah yang dirasakan saat dianggap berat bagi seorang muslim, dan dengan berbagai alasan berusaha untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk m