Yayasan Riyadhus Shalihin Indonesia

Berjanji Untuk Meninggalkan Kemaksiatan

Apakah Anda Berjanji kepada Allah untuk Meninggalkan Kemaksiatan?

Ketika sebagian pemuda terjerumus dalam kemaksiatan dan apinya membakarnya, dorongan keimanannya tergerak dalam hatinya, maka dia pun merasa bersedih dan menyesal. Dia merasa bahwa jiwanya yang lemah telah menjerumuskannya dalam kemaksiatan. Saat itulah dia berjanji kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjauhi kemaksiatan, atau bernadzar kepada Allah untuk berpuasa demikian dan demikian atau shalat demikian dan demikian.

Perbuatan ini, tidak diragukan lagi, pembangkitnya adalah penderitaan karena melakukan kemaksiatan, keinginan untuk menahan keinginan nafsunya, dan membuat hukuman untuk pelanggaran yang dilakukannya. Tetapi, apakah ketulusan niat semata sudah cukup untuk menentukan bahwa suatu perbuatan itu benar dan sesuai dengan syariat?

Ketika kita meletakkan tema sebagai dasar perdebatan, maka kita dapat menuliskan catatan-catatan berikut ini:

1). Pada umumnya yang mendorong pemuda ini untuk melakukan perbuatan semacam ini adalah perasaan kegagalannya dalam mengatasi jiwanya. Dari situ dia melihat bahwa dirinya perlu menggunakan kiat-kiat tersebut untuk menahan dirinya. Jiwa, tidak diragukan lagi, adakalanya ia lemah dan seseorang merasa bahwa jiwanya mungkin mengkhianatinya. Tetapi perbuatan seperti ini sama halnya dengan lari dari kiat-kiat yang lebih tepat untuk menahan keinginan nafsu.

Al-Qur’an al-Karim mengisyaratkan pengertian hal ini, mengarahkan supaya melihat sebab hakiki dan kiat-kiat yang lebih tepat, yaitu kuat mengendalikan jiwa dan tekad yang kuat.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاَقْسَمُوْا بِاللّٰهِ جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ لَىِٕنْ اَمَرْتَهُمْ لَيَخْرُجُنَّۗ قُلْ لَّا تُقْسِمُوْاۚ طَاعَةٌ مَّعْرُوْفَةٌ ۗ

“Dan mereka bersumpah dengan (Nama) Allah dengan sumpah sungguh-sungguh, bahwa jika engkau menyuruh mereka berperang, pastilah mereka akan berangkat. Katakanlah (wahai Rasul), ‘Janganlah kalian bersumpah, (karena) ketaatan (kalian) itu sudah dikenal (hanya di bibir saja)’.” (QS. An-Nur [24]: 53)

Jadi problemnya bukan butuh kepada sumpah, melainkan ketaatan dan kesungguhan.

2). Ketika dia berjanji kepada Allah untuk tidak melakukan kemaksiatan, maka adakalanya jiwanya lemah dan melakukannya kembali. Dikhawatirkan Firman Allah Ta’ala berikut ini berlaku untuknya,

وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

فَلَمَّآ اٰتٰىهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ

فَاَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلٰى يَوْمِ يَلْقَوْنَهٗ بِمَآ اَخْلَفُوا اللّٰهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ

“Dan di antara mereka ada orang yang berjanji kepada Allah, ‘Jika Allah benar-benar memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.’ Tetapi setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan memalingkan diri, dan mereka memanglah orang-orang yang berpaling (dari kebenaran). Maka (sebagai akibatnya) Allah menimbulkan kemunafikan dalam hati mereka sampai pada waktu mereka bertemu dengan-Nya, karena mereka telah menyalahi apa yang telah mereka janjikan kepada Allah dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (QS. At-Taubah [9]: 75-77)

3). Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang bernadzar, dan beliau mengabarkan bahwa,

“Ia tidak dapat menolak sesuatu pun. Ia hanyalah sarana yang dengannya (amal shalih) dikeluarkan dari orang yang bakhil.” (HR. Al-Bukhari no. 6693 dan Muslim no. 1639)

Ketika seseorang bernadzar kemudian dia gagal dan jatuh dalam kemaksiatan, maka berarti dia telah mengharuskan dirinya untuk melakukan sesuatu yang tidak diharuskan oleh syariat.

Dan seringkali kita melihat seseorang meminta dan dia telah bernadzar atau berjanji kepada Allah untuk melakukan seuatu perbuatan tapi dia tidak dapat mengerjakannya dan dia mencari jalan keluarnya. Karena itu sebaiknya dia menghindari cara tersebut sejak awal.

4). Seandainya pemuda ini berpikir panjang dalam dirinya, niscaya dia mengetahui bahwa tidak ada bedanya antara orang yang berjanji kepada Allah dengan orang yang tidak melakukan demikian, sebab yang menyebabkan dirinya terjerumus dalam kemaksiatan tidak lain hanyalah karena panggilan syahwat lebih mendominasi dirinya daripada panggilan iman. Janji tersebut tidak dapat melakukan apa-apa dan tidak berguna.