Yayasan Riyadhus Shalihin Indonesia

PENYAKIT-PENYAKIT PEMBICARAAN

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaikum​​ Warrohmatullohi​​ Wabarokatuh

Alhamdulillahi​​ rabbil’aalamiin,​​ wash-sholaatu​​ wassalaamu​​ ‘ala​​ asyrofil anbiyaa​​ i​​ walmursaliin,​​ wa’alaa​​ alihi​​ washohbihii​​ ajma’iin​​ ammaba’adu.

Penyakit-penyakit pembicaraan diantaranya yaitu :

Penyakit Pertama : Berbicara yang Tidak Penting

Ketahuilah bahwa barangsiapa mengetahui betapa berharganya waktu, dan bahwa ia adalah modal utamanya, pasti dia tidak akan membuangnya tanpa manfaat. Pengetahuan ini mengharuskan menjaga lisan dari kata-kata yang tidak berguna, karena barangsiapa tidak mengingat Alloh dan sibuk dengan apa yang tidak berguna, dia seperti orang yang mampu mengambil mutiara tetapi dia tidak mengambilnya, dia malah mengambil tanah kering; ini adalah kerugian sepanjang umur.

Dalam hadits shohih Nabi ﷺ bersabda :

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ.

“Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat baginya’.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Penyakit Kedua : Berbicara dalam Kebatilan

Yakni membicarakan kemaksiatan, seperti membicarakan majlis khomr dan pertemuan orang-orang fasiq.

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu’anhu dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda :

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu kata yang membuatnya terperosok ke dalam neraka lebih jauh daripada timur dengan barat.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Tidak jauh berbeda dengannya adalah berbantah-bantahan dan berdebat, banyak membantah orang untuk menjelaskan kekeliruannya dan mengakui kesalahannya, dan pendorong untuk melakukan hal ini adalah merasa lebih tinggi. Seseorang patut mengingkari kata-kata yang mungkar, menjelaskan sisi yang benar, bila diterima (maka itulah kebaikan), dan bila tidak maka tidak perlu berbantah-bantahan. Hal ini bila perkaranya berkaitan dengan agama, adapun bila berkaitan dengan perkara dunia, maka tidak alasan untuk berdebat. Pengobatan penyakit ini adalah menundukkan penyakit sombong yang mendorong seseorang untuk memperlihatkan keutamaannya. Berbantah-bantahan yang paling berat adalah pertikaian, ia lebih dari sekadar berbantah-bantahan.

Nabi ﷺ bersabda :

“Laki-laki yang paling dibenci oleh Alloh adalah yang ngotot dan suka membantah.” (HR. Al-Bukhori, Muslim, Tirmidzi dan An-Nasa’i)

Pertikaian yang kami maksud adalah pertikaian dengan Kebatilan atau tanpa ilmu, adapun orang yang memang mempunyai hak melakukan itu, maka yang lebih baik adalah berpaling dengan meninggalkannya sebisa mungkin, karena ia membuat dada sempit, memicu amarah, mewariskan jasad, dan menyeret-nyeret kehormatan.

Penyakit Ketiga : Memaksakan diri dalam berbicara

Memfasih-fasihkan dan memaksakan diri membuat sajak.

Dari Abu Tsa’labah, beliau berkata, Rosululloh ﷺ bersabda :

وإن أبغضكم إلي وأبعدكم مني يوم القيامة مساوئكم أخلاقا الثرثارون المتفيهقون المتشدقون

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di Hari Qiyamat adalah orang yang paling buruk akhlaknya di antara kalian; orang yang banyak berbicara, orang yang bicara kasar dengan membuka mulut lebar-lebar, dan orang-orang yang mengejek orang lain.” (HR. At-Tirmidzi)

Tidak termasuk ke dalam sajak yang dibenci dan dibuat-buat adalah kata-kata khotib, mengingatkan tanpa berlebih-lebihan dan aneh-aneh, karena tujuan dari hal itu adalah menggerakkan dan menggugah hati, kekuatan kata-kata dan lainnya.

Penyakit Keempat : Suka berkata-kata keji, cacian, jorok dan yang sepertinya

Ini tercela dan dilarang, sumbernya adalah keburukan dan kebusukan.

Dalam hadits disebutkan :

“Jauhilah kata-kata keji (buruk); karena sesungguhnya Alloh tidak menyukai kata-kata keji dan sengaja mengucapkan kata keji (buruk).” (HR. Ahmad)

Dalam hadits lain :

“Surga haram atas setiap orang yang gemar berkata keji.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya dari Ibnu Amr, dan tercantum dalam Dho’if al-Jami’, no. 2667 dan yang shohih adalah bahwa ini merupakan ucapan Ibn Amr rodhiyallohu’anhu)

Dalam hadits lain :

“Orang mukmin bukanlah yang pencela, pelaknat, berkata-kata keji (buruk), dan berkata jorok.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, al-Baihaqi, al-Hakim, ath-Thobroni dan al-Bukhori)

Ketahuilah bahwa kata-kata keji dan jorok adalah ungkpn tentang hal-hal yang buruk dengan kata-kata yang langsung, kebanyakan digunakan untuk persetubuhan (berbau porno) dan hal-hal yang berkenaan dengannya. Orang-orang baik menjauhi ungkapan seperti ini dan menggantinya dengan kata-kata sindiran.

Di antara penyakit lisan lainnya adalah nyanyian, dan pembicaraan tentangnya telah berlalu.

Penyakit Kelima : Suka Bersenda gurau.

Sedikit darinya tidak mengapa bila memang benar.

Nabi ﷺ terkadang bergurau tetapi beliau tidak berkata kecuali yang benar. Beliau pernah bersabda kepada seorang laki-laki :

يا ذا الأذنين

“Wahai pemilik sepasang telinga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Nabi ﷺ juga bersabda kepada orang lain :

“Kami akan mengangkutmu di atas anak unta betina.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Nabi ﷺ juga bersabda kepada wanita tua :

“Wanita tua tidak masuk surga.” Kemudian beliau membaca,

إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً . فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا

“Sesungguhnya Kami menciptakan (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.” (QS. Al-Waqi’ah: 35-36) (Dalam Ash-Shohihah)

Nabi ﷺ juga bersabda kepada seorang wanita :

“Suamimu adalah yang pada kedua matanya ada putihnya.” (HR. Az-Zubair bin Bakkar dalam al-Fukahah wa al-Mizah dan Ibn Abi ad-Dunya, hal ini diucapkan oleh Al-Iroqi)

Gurauan Nabi ﷺ mengumpulkan tiga titik :

Pertama, Kebenaran.
Kedua, Kepada kaum wanita dan anak-anak serta laki-laki lemah yang memerlukan didikan.
Ketiga: Jarang. Maka siapa yang ingin bergurau terus-menerus tidakpunyai sisi pembenaran dari gurau Nabi tersebut, karena yang jarang tidak sama dengan yang selalu. Kalau ada orang yang duduk bersama orang-orang Habasyah memperhatikan permainan mereka siang dan malam dengan alasan bahwa Nabi berdiri dan mengizinkan ‘Aisyah untuk melihat kepada mereka, maka orang tersebut melakukan kesalahan, karena Nabi tidak melakukannya terus-menerus. Berlebih-lebihan dalam gurau dan canda dilarang, karena ia menjatuhkan wibawa, menanamkan kebencian dan permusuhan. Untuk yang sedikit tidak mengapa seperti gurau Nabi, karena ia menunjukkan keakraban dan kebaikan jiwa.

Penyakit Keenam : Menghina dan mengejek

Maksudnya merendahkan dan meremehkan, membuka aib dan kekurangan, sehingga mengundang tertawa. Hal itu bisa dengan menirukan kata-kata atau perbuatan, bisa juga dengan isyarat, larangannya hadir dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Penyakit Ketujuh : Membuka rahasia dan menyelisihi janji, dusta dalam kata-kata dan sumpah

Semua itu dilarang, kecuali dusta yang dibolehkan terhadap isteri, saat perang karena hal itu mubah. Kaidahnya adalah bahwa semua tujuan yang terpuji, yang tidak mungkin diraih kecuali dengan dusta, maka ia boleh bila tujuan tersebut juga boleh, bila tujuan tersebut adalah wajib, maka ia wajib, namun sebisa mungkin dusta wajib dijauhi.

Boleh melakukan tauriyah berdasarkan sabda Nabi :

“Sesungguhnya kata-kata tauriyah menghindarkan dari dusta.” (Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi, tetapi dho’if. Yang shohih adalah dari ucapan Imron bin Hushoin, demikian juga Umar bin Khottob, dan keduanya diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam al-Adab al-Mufrod)

Tauriyah diucapkan saat diperlukan, bila tidak, maka makruh, karena ia mirip dengan dusta.

Di antara tauriyah adalah apa yang kami riwayatkan dari Abdulloh bin Rowahah rodhiyallohu ‘anhu bahwa dia menggauli hamba sahaya perempuannya, isterinya mengetahui lalu dia mengambil pisau kemudian datang dan mendapatonya sudah berdiri darinya. Isterinya bertanya, “Kamu melakukannya?” Dia menjawab, “Aku tidak melakukan apa pun.” Isterinya berkata, “Kamu harus membaca Al-Qur’an atau merobek perutmu dengn ini.” Maka dia berkata :

Di tengah-tengah kami ada Rosululloh
yang membaca kitab-Nya
Bila kebaikan di waktu fajar terbelah
dan terbit dengan terang
Bermalam menjauhkan pinggangnya
dari tempat tidurnya
Manakala orang-orang kafir sedang tidur dengan pulasnya
Beliau menunjukkan hidayah kepada kami
setelah kegelapan
Hati kami meyakininya,
apa yang beliau sabdakan pasti terjadi.

Maka isterinya berkata : “Aku beriman kepada Alloh dan mendustakan penglihatanku.”

Bila an-Nakhoi dicari maka dia berkata kepada hamba sahayanya, “Carilah dia di Masjid.”

Penyakit Kedelapan : Ghibah

Al-Qur’an hadir mengharamkannya, pelakunya disamakan dengan orang yang makan bangkai. Dalam hadits disebutkan :

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian.” (HR. Al-Bukhori)

Dari Abu Barzah al-Aslami rodhiyallohu ‘anhu, Rosululloh ﷺ bersabda :

“Wahai orang-orang yang beriman dengan lidahnya namun iman belum masuk kedalam hatinya, janganlah menggubah kaum Muslimin, jangan mencari-cari aurot (aib) mereka, karena barangsiapa mencari-cari aurot mereka, maka Alloh akan mencari aurotnya, dan barangsiapa yang Alloh mencari aurotnya, maka Alloh mempermalukannya (sekalipun) dia dalam rumahnya.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Dalam hadits lain :

“Jauhilah ghibah, karena ia lebih berat daripada zina. Seorang laki-laki mungkin berzina dan minum khomr kemudian dia bertaubat dan Alloh menerima taubatnya, (tetapi) sesungguhnya pelaku ghibah, Alloh tidak mengampuninya sebelum korbannya memaafkannya.” (Diriwayatkan Ibnu Abi ad-Dunya, Ibnu Hibban dalam adh-Dhu’afa, Ibnu Mardawih dalam at-Tafsir: dari Jabir dan Abu Sa’id rodhiyallohu ‘anhuma. Hadits ini tercantum dalam Dho’if al-Jami’)

Ali bin al-Husain berkata :

“Jauhilah ghibah, karena ia adalah lauk anjing manusia.”

Hadits-hadits dan atsar-atsar dalam hal ini berjumlah banyak.

Makna ghibah adalah Anda menyebut saudaramu dengn sesuatu yang dia benci bila ia dengar olehnya, baik berupa kekurangan pada tubuhnya seperti rabun, cacat satu mata, juling, botak, jangkung, pendek dan sepertinya. Atau pada nasabnya seperti bapaknya orang Nibti, atau orang India atau fasiq, atau rendah, dan yang sepertinya. Atau pada akhlaqnya seperti ia berakhlak buruk, kikir, sombong dan sepertinya. Atau pada bajunya seperti ekornya panjang, lengannya luas, dan bajunya kotor.

Dalil dalam hal ini adalah bahwa Nabi ﷺ ditanya tentang ghibah, maka beliau menjawab :

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، قِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ يَارَسُوْلَ اللّٰهِ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Kamu menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai. Dia bertanya, “Ya Rosululloh, bagaimana bila apa yang aku katakan itu benar ada pada saudaraku?” Rosululloh menjawab, “Bila apa yang katakan memang ada pada saudaramu, maka kamu sudah menggibahnya, bila tidak ada maka kamu sudah menuduhnya secara keji (memfitnahnya).” (HR. Muslim, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Ketahuilah bahwa semua pembicaraan yang dipahami darinya bahwa yang mengucapkannya bertujuan mencela, maka ia termasuk ghibah, baik dengan kata-kata atau selainnya, seperti lirikan mata, isyarat, tulisan pena, karena pena adalah salah satu dari tulisan. Bentuk ghibah paling buruk adalah ghibah orang-orang yang berpura-pura Zahid lagi riya’, misalnya disinggung di majlis merek, lalu mereka berkata, “Segala puji bagi Alloh yang tidak menguji kita dengan masuk kepada penguasa dan merendahkan diri untuk mendapatkan bagian dunia.” Atau mereka berkata, “Kami berlindung kepada Alloh dari minimnya rasa malu.” Mereka itu menggabungkan antara celaan terhadap orang tersebut dan sanjungan kepada diri mereka.

Bisa jadi salah seorang dari mereka berkata manakala seseorang disebut di depannya, “Kasihan, dia diuji dengan penyakit besar, semoga Alloh mengampuninya dan kami.” Dia menampakkan do’a namun menyembunyikan maksudnya (yaitu mencela dan memburukkan aibnya).

Ketahuilah bahwa yang mendengar ghibah adalah ikut serta dalam menanggung dosa ghibah, dia tidak terbebas dari dosa mendengarnya kecuali dengan mengingkari dengan kata-kata, bila takut maka dengan hatinya, bila dia mampu berdiri atau memutus kata-katanya dengan kata-kata yang lain, maka dia harus melakukannya.

Diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda :

“Barangsiapa yang (melihat) seorang mukmin dihina di depannya padahal dia mampu menolongnya (tetapi dia diam), maka Alloh akan menghinakannya di depan seluruh makhluk.” (Diriwayatkan Ahmad, dan hadits ini tercantum dalam Dho’if al-Jami’)

Nabi juga bersabda :

مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مَنْ مُنَافَقٍ يَعَيْبُهُ، بَعَثَ اللّٰهُ مَلَكًا يَحْمِيْ لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ

“Barangsiapa melindungi seorang mukmin dari orang munafiq yang mencelnya, maka Alloh mengutus malaikat untuk menjaga dagingnya di hari Qiyamat dari api neraka.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, ia dalam shohih Abu Dawud)

Amr bin Utbah melihat hamba sahayanya bersama seorang laki-laki yang sedang membicarakan orang lain, maka Amr berkata, “Celaka kamu, bersihkanlah pendengaranmu dari mendengar keburukan sebagaimana kamu membersihkan dirimu dengan tidak tidak mengatakani; pendengar adalah sekutu pengucap. Dia melihat kepada keburukan yang ada dalam bejananya lalu dia menumpahkannya kedalam bejanamu. Seandainya kata-kata orang bodoh dikembalikan ke mulutmu, pasti orang yang mengembalikannya berbahagia sebagaimana orang yang mengucapkannya sengsara.”

Terdapat hadits-hadits tentang hak muslim atas muslim, ia sudah hadir dalam kitab persahabatan.

Sumber : MUKHTASHAR MINHAJUL QASHIDIN

Di tulis kembali oleh : Yayasan Riyadhus Shalihin Indonesia (YARSI)

Penulis : Jum’at Ridwan

Untuk informasi seputar Dakwah, bisa bergabung di channel telegram https://t.me/majlisriyadhusshalihin / WA atau Tlp di nomor : 081282823433 (Jum’at Ridwan)