Yayasan Riyadhus Shalihin Indonesia

Nadzar

Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum​​ Warrohmatullohi​​ Wabarokatuh
 
 
Definisi Nadzar
 
Nadzar secara bahasa Arab bermakna janji, yaitu sesuatu yang menjadikan seseorang berjanji dan mewajibkan dirinya sendiri.
Menurut terminologi syariat, nadzar ialah tindakan seseorang mewajibkan dirinya melakukan perbuatan taqarrub (ketaatan) yang tidak wajib atas dirinya, sehingga perbuatan itu menjadi wajib atas dirinya, menggunakan lafazh yang mengindikasikan kewajiban tersebut.
 
Hukum Bernadzar
 
Hadits-hadits shahih terkait nadzar menunjukkan bahwa seyogianya nadzar tidak dilakukan dan statusnya dilarang. Karenanya, mayoritas para ulama menyatakan bahwa hukumnya makruh, (Al-Muhalla (8/2), Subul As-Salam (4/1446), Nail Al-Authar (8/277)) akan tetapi bila telah terjadi, wajib dipenuhi. Berikut adalah di antara hadits yang menerangkannya:
 
1. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang nadzar, beliau bersabda,
 
“Nadzar itu tidak bisa menolak apa pun, akan tetapi ia biasa diucapkan oleh orang kikir.” (HR. Al-Bukhari (6693), Muslim (1639))
 
2. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
 
“Janganlah kalian bernadzar, sebab nadzar itu sedikit pun tidak berguna terhadap takdir, biasanya ia diucapkan oleh orang kikir.” (HR. Muslim (1640), At-Tirmidzi (1538), An-Nasa’i (7/16), Ahmad (2/412))
 
3. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
 
“Sesungguhnya nadzar itu tidak mendekatkan kepada anak Adam sesuatu yang tidak ditakdirkan oleh Allah untuknya, akan tetapi nadzar sejalan dengan takdir. Maka, nadzar mengeluarkan dari seorang kikir apa yang sejatinya tidak ingin dia keluarkan.” (HR. Al-Bukhari (1694), Muslim (1640), dengan lafazh milik Muslim))
 
Al-Qur’an dan Hadits menunjukkan kewajiban memenuhi nadzar dalam hal ketaatan dan pujian bagi mereka yang memenuhi nadzar.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
 
a. Allah Ta’ala berfirman,

ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al-Hajj [22]: 29)
 
b. Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda,
 
“Barangsiapa bernadzar untuk taat kepada Allah maka hendaklah ia menaati-Nya, dan barangsiapa bernadzar untuk bermaksiat kepada-Nya maka janganlah ia bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Al-Bukhari (6696), Abu Dawud (3289), At-Tirmidzi (1526), An-Nasa’i (7/17), Ibnu Majah (2126))
 
c. Diriwayatkan dari imran bin Hushain Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda,
 
“Yang terbaik di antara kalian adalah generasiku, kemudian generasi sesudah mereka.”
Imran berkata, “Aku tidak tahu apakah beliau mengatakan dua atau tiga kali setelah masa beliau. setelah itu beliau bersabda,
 
“Kemudian akan datang satu kaum yang bernadzar namun tidak memenuhinya, mereka berkhianat dan tidak memegang amanah, mereka bersaksi padahal tidak diminta untuk bersaksi, dan terlihat pada diri mereka kegemukan.” (HR. Al-Bukhari (2651), Muslim (2535))
 
Hadits ini secara zhahir menyatakan dosa bagi orang yang tidak memenuhi nadzar.
 
d. Allah Ta’ala berfirman menyanjung mereka yang memenuhi nadzar,

إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا °

عَيْنًا يَشْرَبُ بِهَا عِبَادُ اللَّهِ يُفَجِّرُونَهَا تَفْجِيرًا °

يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا °

“Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam surga) yang diminum oleh hamba-hamba Allah dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Al-Insan [76]: 5-7)
 
e. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ نَّفَقَةٍ اَوْ نَذَرْتُمْ مِّنْ نَّذْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُهٗ ۗ

“Dan apa pun infak yang kamu berikan atau nazar yang kamu janjikan, maka sungguh, Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 270)
 
Mempertimbangkan nash-nash ini, sebagian besar ulama madzhab Maliki dan sebagian kalangan ulama madzhab Syafi’i seperti halnya An-Nawawi dan Al-Ghazali- berpendapat bahwa hukum bernadzar adalah sunnah.
 
Masalah dan Solusinya
 
Ada pendapat yang menyatakan bahwa hukum nadzar adalah makruh dan pendapat lain menyatakan bahwa hukumnya sunnah, masing-masing sulit diterima berdasarkan dalil-dalil pendapat yang lain. Perkataan jumhur ulama bahwa nadzar hukumnya makruh juga sulit bisa diterima berdasarkan kaidah-kaidah syariat. Sebab, kaidah menghendaki bahwa sarana menuju ketaatan merupakan ketaatan dan sarana menuju kemaksiatan merupakan kemaksiatan. Mengingat nadzar adalah sarana untuk komitmen terhadap suatu ketaatan, maka mestinya nadzar adalah amal ketaatan. Akan tetapi dalil-dalil di atas menunjukkan sebaliknya. Lantas bagaimana dalil-dalil tersebut dipahami?
 
Jalan terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dinyatakan, bahwa nadzar ketaatan itu terdiri dari dua jenis:
 
1. Terkait dengan diperolehnya manfaat. Contoh, “Jika Allah menyembuhkan sakitku maka aku bernadzar karena Allah untuk begini dan begini.”
2. Nadzar mutlak, tidak terkait dengan manfaat bagi pelakunya. Contoh, seseorang ingin melakukan suatu perbuatan yang mendekatkan dirinya kepada Allah secara tulus dengan sarana nadzar, ia mengatakan, “Karena Allah, aku mewajibkan diriku bersedekah sekian dan sekian.”
 
Setelah itu dinyatakan, larangan bernadzar di dalam hadits-hadits di atas ditujukan untuk jenis pertama. Sebab, nadzar jenis ini tidak dilakukan secara tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah, melainkan dengan syarat diperolehnya manfaat bagi orang yang mengucapkan nadzar. Manfaat yang diinginkan oleh orang yang mengucapkan nadzar itu ialah yang ditunjukkan oleh hadits-hadits, bahwa takdir lebih dominan daripada nadzar.
Ini semakin jelas bahwa jika yang bersangkutan tidak sembuh dari sakitnya, dia tidak bersedekah seperti yang dia kaitkan nadzarnya dengan kesembuhannya. Itu adalah kondisi orang kikir. Dia tidak mengeluarkan hartanya sedikit pun kecuali dengan imbalan instan yang lebih banyak dari apa yang dikeluarkannya. Makna inilah yang diisyaratkan di dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,
 
“Sejatinya (nadzar itu) diucapkan oleh orang kikir.”
 
Ditambah lagi dengan keyakinan bodoh yang menganggap bahwa nadzar pasti mewujudkan tujuan. Atau, bahwa Allah Ta’ala akan mewujudkan tujuan itu untuknya disebabkan nadzar yang diucapkan. Dua hal ini diisyaratkan di dalam hadits sebelumnya yaitu sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
 
“Nadzar itu tidak menolak sesuatu pun.”
 
Aku (Abu Malik) katakan, penjelasan terperinci ini tepat dan kuat, menggabungkan pemahaman nash-nash yang ada, sehingga mesti didahulukan daripada tarjih (menguatkan salah satu dalil). Wallahu A’lam.
 
(Masalah dan solusi : Tafsir Al-Qurthubi, dan Ihkam Al-Ahkam, karya Ibnu Daqiq Al-Id (2/266), Nail Al-Authar (8/277), Asy-Synqithi (5/677), di dalamnya terdapat pembahasan lengkap terkait hukum nadzar (5/659))
 
 
 
Sumber : Buku ‘SHAHIH FIKIH SUNNAH’
Penjelasan fikih berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,
serta pendapat para imam madzhab dengan disertai tarjih.